Edisi BaPer (Merelakan)

MOVE ON...
Apakah tandanya bila kita melakukan dan telah sukses dengan kata move on?...
Membuang semua barang yang ia berikan?
Menghapus kontak nya dari handphone?
Memblock nya di social media?
Memiliki pasangan baru?
Atau berusaha melupakan semua kenangan tentang dia?

no...
Move on itu perlu ketulusan..
Ya... tulus merelakan 'kamu' bukan bagian dari 'kita' lagi...
Bukan bagaimana aku melupakan...
Tapi bagaimana aku merelakan...

Komentar

  1. memang sangat mangtap kaka satu ini

    BalasHapus
  2. Derap kenangan mendatangi pikiranku dengan kasar. Mereka seperti tak tau keadaan puannya yang enggan lagi mengingat kenangan itu. Indah atau buruknya, kenangan tetaplah kenangan yang tak bisa lagi kembali pada masanya. Hanya sisa-sisa ingatan yang minta untuk dipungut agar tak semuanya hilang. *** Kamu dulu yang paling aku tunggu kedatangannya, walau harus sembunyi-sembunyi menggenggam tanganku. Kamu dulu yang paling sering aku kunjungi sepulang sekolah, walau tak lama karena dering agar segera pulang ke rumah. Kamu dulu yang paling aku jadikan prioritas, walau tak bisa setiap saat aku mampu menemani. Semampunya diri anak gadis belasan tahun ini aku lakukan hanya untuk lelakinya, hanya untuk hubungan sembunyi-sembunyi ini. Aku tak pernah meminta Tuhan untuk memberi kekhilafan pada hubungan kita. Yang aku minta hanya kamu bisa selalu disampingku. Ya, Tuhan beri itu. Tuhan beri kamu yang katanya dulu cinta aku, untuk bisa menyusuri hubungan sembunyi-sembunyi ini bersama. Tapi aku lupa, hal yang paling tak mau ku minta malah Tuhan beri melalui kekhilafan kamu. Aku tak bilang aku selalu memperjuangkan kita, aku hanya melakukan hal-hal baik semampuku untuk kita. Aku juga tak bilang aku selalu ada untuk kamu, aku hanya bisa menemani saat semesta berikan kesempatan berupa waktu agar bisa bertatap dengan matamu. Tapi bagiku, apa-apa yang aku lakukan itu sudah sangat menguras energiku, pikiranku, dan arahku. Karena aku tau, kamu membayarnya dengan kekhilafan yang jika diingat sesak itu tak kunjung hilang. Khilafmu. Khilafmu. Itu yang menamparku bahwa kecewa akan bisa datang walau kita sudah merasa berjuang sekuat-kuatnya untuk menyelamatkan sebuah komitmen. Dulu aku membiarkanmu pergi dengan segala khilafmu. Walau kamu juga tau ada hati yang patah, kamu ingin menyembuhkannya tapi tak ku izinkan. Tak mau lagi aku izinkan lelaki yang memberi khilaf untuk menyentuh hatiku. Biarlah aku egois, karena yanh kutau sentuhan itu sekarang bukan lagi sebagai penyembuh. Melainkan akan hadir luka baru. *** Kudengar dari beberapa rekan, kamu tetap memikirkanku. Kamu terkadang masih ingin aku. Menjadi besar kepala? Tentu. Tapi tidak membuatku terbuai untuk menoleh pada masa lalu itu. Bagiku kenangan tetaplah kenangan, biar saja aku simpan semua indahnya hubungan sembunyi-sembunyi saat bersama kamu. Tapi izinkan aku pula untuk menyimpan kenangan saat kamu datang dengan khilafmu. Karena hal itu pula, menyadarkanku bahwa perpisahan bukan lagi tentang derai airmata yang berlarut-larut. Tapi tentang hati yang ingin pamit dari rasa sakit. Sejak dulu hingga kini aku sudah berpamitan dengan hatimu yang aku tau kamu masih cinta aku, sedalam-dalamnya. Tapi, bagiku mencintai kamu bukan tentang penerimaan untuk segala khilafmu. Aku tak bisa untuk itu. Sekarang, lagi-lagi aku pamit. Pamit dari segala kenangan kita, pamit dari segala sakit yang aku rasa, pamit dari siksa yang mendera. Kamu, baik-baiklah tanpaku dulu maupun sekarang. Kembalilah hidupkan hati, mulailah mengukir kisah baru yang tak pernah lagi ada khilaf di dalamnya. "Izinkan aku pergi dulu Yang berubah hanya Tak lagi kumilikmu Kau masih bisa melihatku Kau harus percaya Ku tetap teman baikmu" TULUS - PAMIT semoga ingat

    BalasHapus

Posting Komentar